Bisnis  

Kadin Jatim: Saatnya kedelai lokal bersaing dengan kedelai impor

radarutama.com – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur menyatakan sudah saatnya kedelai lokal bisa bersaing dan menggantikan kedelai impor.

“Prinsipnya, kedelai Indonesia itu bisa bersaing dan berkompetisi dengan kedelai impor. Sudah saatnya kita beralih ke kedelai lokal agar ketergantungan terhadap kedelai impor bisa diatasi,” ujar Ketua Umum Kadin Jawa Timur Adik Dwi Putranto di Surabaya, Senin.

Menurut Adik, sudah lama Indonesia terbuai dengan keberadaan kedelai impor. Program swasembada kedelai yang didengung-dengungkan pemerintah ternyata tidak membuahkan hasil. Bahkan produksi kedelai lokal semakin turun sehingga ketergantungan terhadap kedelai impor menjadi semakin besar hingga mencapai 90 persen.

Pada 2020 produksi kedelai Jatim tercatat hanya 57.235 ton per tahun. Sementara tingkat konsumsinya mencapai 447.912 ton per tahun sehingga defisit atau kekurangan sebesar 390.677 ton per tahun.

“Padahal kita punya potensi untuk bisa keluar dari kondisi ini. Tinggal keinginan pemerintah atas tercapainya swasembada kedelai ini apa memang benar atau hanya sebatas di atas kertas,” kata Adik.

Hal sama juga dikatakan Wakil Ketua Umum Bidang Pertanian dan Pangan Kadin Jawa Timur Edi Purwanto. Dia mengatakan salah satu perusahaan swasta di Jawa Timur, PT Tarutama Nusantara (TTN) Jatim sudah berhasil mengembangkan varietas kedelai yang produktivitasnya cukup tinggi, sekitar 3,2 ton per hektare, menyamai produktivitas kedelai di luar negeri

“Dari sisi kualitas biji, mulai dari besarnya biji hingga kandungan pati itu sama dengan kedelai impor, bahkan warnanya lebih bagus kedelai dari TTN yang ada di Jember dibanding kedelai impor,” kata Edi.

Selain adanya varietas kedelai unggul, lanjut dia, area tanam kedelai di Indonesia sebenarnya sangat luas. Hal ini didukung oleh kebiasaan pola tanam petani dari padi kemudian padi dan saat musim panen ketiga ditanami kedelai atau padi, jagung dan ketiga kedelai, tergantung polanya.

Jadi dari sisi kebiasaan pola tanam, petani Indonesia sebenarnya sudah biasa menanam kedelai. Terlebih banyak juga petani yang sudah terbiasa dengan pola tumpangsari atau pola tanam “methuk”.

“Di Jateng, sistem tumpangsari jagung dengan kedelai sudah dilakukan, potensi panen berurutan, petani dapat double. Asalkan pola budi daya tepat. Itu sudah dilakukan di Grobogan Jateng. Sehingga tidak ada alasan Indonesia tidak bisa produksi kedelai,” kata dia.

Namun, lanjut dia, petani Indonesia menjadi menjadi malas menanam kedelai karena selama ini mereka belum menemukan varietas bagus.

“Ketika mereka tanam dengan varietas jelek, maka produksinya rendah, biaya produksi menjadi tinggi dan harga jual menjadi mahal. Akibatnya, kedelai lokal kalah bersaing dengan impor. Dengan tersedianya bibit kedelai unggul tersebut persoalan ini sebenarnya sudah terselesaikan. Tinggal bagaimana pemerintah memberikan dukungan dan support,” kata Edi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!