Ambles 23%, Kinerja Kuartalan Minyak Terburuk Sejak Pandemi

radarutama.comJakarta, CNBC Indonesia – Di tengah ketakutan akan resesi yang akan menghantam ekonomi global, harga minyak mentah acuan dunia ambles signifikan. Sepanjang kuartal ketiga tahun ini, minyak mentah dunia mencatatkan kinerja terburuk sejak pandemi covid-19 dimulai awal 2020 silam. Kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi global menyeret harga minyak turun 23% pada kuartal ini.

Pada perdagangan hari terakhir pekan ini, harga minyak mentah brent ditutup melemah keposisi US$87,96 per barel.Meski demikian dalam sepekan secara point-to-point harga minyak mencah tercatat mengalami kenaikan lebih dari 2%.

Sementara itujenis light sweet atau West Texas Intermediate yang merupakan minyak mentah acuan AS turun juga melemah secara harian dan turun ke posisi US$ 79,49 per barel.Akan tetapi dalam sepekan harga acuan WTI menguat tipis atau naik nyaris 1%.

Sebelumnya awal pekan ini, harga minyak mentah dunia sempat melejit selama dua hari pada perdagangan Selasa dan Rabu (28/9) karena OPEC+ telah menginisiasi diskusi terkait potensi pengurangan produksi minyak mentah pada pertemuan berikutnya pada 5 Oktober, berdasarkan keterangan tiga sumber Reuters.

Satu sumber OPEC mengatakan kepada Reuters bahwa pemangkasan produksi “mungkin” terjadi, sementara dua sumber lainnya menyebut anggota kunci telah berbicara tentang topik tersebut.

Rusia kemungkinan akan mengusulkan agar OPEC+ mengurangi produksi minyak sekitar 1 juta barel per hari (bpd).

Penutupan perdagangan terakhir kuartal III tahun ini menempatkan harga minyak pada tingkat yang nyaris sama sebelum Rusia menginvasi Ukraina pada akhir Februari. Agresi tersebut mampu mengejutkan pasar energi di seluruh dunia.

Penurunan kuartal ketiga minyak mentah Brent menandai peregangan tiga bulan terburuk sejak kuartal I 2020 yang disebabkan oleh kepanikan akibat penyebaran virus covid-19, yang mana harga Brent turun sekitar 60%.

Fakta di lapangan memberikan gambar yang berbeda. Penurunan yang terjadi kontra intuitif mengingat pasokan masih tetap ketat serta perusahaan energi belum meningkatkan produksi, dan banyak pembeli masih menghindari minyak mentah yang diproduksi Rusia.

Akan tetapi, ketakutan akan resesi tampaknya mampu membuat pedagang ketar-ketir. Ketakutan ini datang pasca ramai-ramai bank sentral global kenaikan suku bunga acuan yang akan memperlambat ekonomi. Jika resesi terjadi, permintaan minyak dunia akan susut, harga pun akan mengikuti.

Sebuah lembaga riset di Amerika Serikat (AS) bernama Ned Davis Research, membuat model perhitungan kemungkinan terjadinya resesi global di 2023. Hasilnya mencengangkan, kemungkinan terjadinya resesi global di 2023 mencapai 98,1%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!