Cerita dari Negeri Kaya Sawit, Harga Minyak Goreng yang Terus Digoreng

radarutama.com – Indonesia adalah negara produsen minyak sawit terbesar di dunia setelah sebelumnya berhasil menyalip Malaysia. Namun, bak ironi, melimpahnya sawit tak serta membuat polemik minyak goreng bisa diatasi semudah membalikan telapak tangan.

Belakangan ini, masyarakat kembali dibuat ketar-ketir dengan minyak goreng bermerek MinyaKita. Minyak goreng rakyat ini langka di sejumlah daerah ( MinyaKita langka ).

Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 49 Tahun 2022, minyak goreng rakyat terdiri atas minyak curah dengan ketentuan harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 14.000 per liter.

Namun saat ini, harga minyak goreng merek MinyaKita sudah melonjak harganya di atas Rp 14.000 per liter. Bahkan di beberapa daerah harganya berada atas Rp 20.000 per liter.

Padahal, MinyaKita adalah solusi pemerintah untuk mengatasi masalah harga minyak goreng yang melambung sejak akhir tahun 2021 silam.

Sebagai informasi saja, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan meluncurkan MinyaKita pada 6 Juli 2022 untuk mengatasi kenaikan harga minyak yang pada saat itu sempat menyentuh harga Rp 25.000 per liter.

MinyaKita diproduksi oleh perusahaan-perusahaan minyak goreng untuk memenuhi kebijakan domestic price obligation (DMO) demi mendapatkan izin ekspor.

Sederhananya, perusahaan-perusahaan produsen minyak sawit yang beroperasi di Indonesia diharuskan memproduksi minyak murah kemasan MinyaKita agar bisa mendapatkan izin kuota ekspor CPO.

Semakin besar MinyaKita yang diproduksi dan dipasarkan di dalam negeri, semakin besar pula kuota ekspor yang bisa diberikan pemerintah.

Jika sebelumnya berlaku 1:9, dalam regulasi terbaru adalah 1:6. Artinya eksportir berhak mengekspor sebanyak enam kali dari jumlah realisasi pemenuhan kebutuhan pasar domestik yang akan berdampak pada stabilnya pasokan minyak goreng dalam negeri.

Polemik minyak goreng sejak 2021

Polemik minyak goreng sejatinya sudah terjadi sejak akhir tahun 2021. Harga minyak goreng mulai terasa melonjak tinggi sejak Oktober tahun 2021.

Kala itu, para produsen minyak goreng kompak menaikkan harga secara bertahap. Dari awalnya minyak goreng di kisaran Rp 14.000 per liter, terus naik menjadi di atas Rp 20.000 per liter. Bahkan di beberapa daerah, harganya berada di atas Rp 25.000 per liter.

Alasan para pengusaha minyak goreng menaikkan harga yakni karena ada kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar global. Lonjakan harga minyak goreng juga berkontribusi besar terhadap inflasi.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga turun tangan menyelidiki dugaan kartel persekongkolan para produsen besar minyak goreng dalam penetapan harga.

Meroketnya harga minyak goreng di Indonesia ini jadi ironi, mengingat pasokan minyak sawit di Indonesia selalu melimpah. Di sisi lain, masyarakat dipaksa membeli minyak masak ini di harga pasar global.

Masuk ke awal tahun 2022, pemerintah pun akhirnya memutuskan untuk menggelontorkan duit subsidi Rp 3,6 triliun untuk penyediaan minyak goreng murah seharga Rp 14.000 per liter.

Namun belakangan, minyak goreng murah dalam program pemerintah tersebut sangat sulit didapatkan dan memunculkan masalah baru, kelangkaan. Di ritel modern, rak yang berisi minyak goreng lebih sering kosong.

Meski pemerintah melalui Kementerian Perdagangan berulangkali berjanji bahwa pasokan minyak murah aman dan bisa tersedia di pasar, realita di lapangan menunjukan sebaliknya.

Di jaringan minimarket, kala itu, sangat sulit menemukan minyak goreng program pemerintah. Bahkan, rak yang biasanya menampung minyak goreng, jadi lebih sering kosong.

Rak minyak goreng saat itu lebih sering diisi produk margarin dan minyak kelapa bermerek Barco. Padahal di pintu minimarket, kerap terpangpang jelas pengumuman bertuliskan bahwa toko tersebut menyediakan minyak goreng murah program pemerintah.

Setali tiga uang, minyak goreng program pemerintah juga sukar didapatkan di pedagang pasar tradisional, termasuk warung-warung di sekitar pemukiman. Kalaupun tersedia, harganya berkisar Rp 20.000 per liter atau jauh di atas HET yang sudah ditetapkan pemerintah.

Lantaran susahnya mencari minyak goreng sesuai harga yang dijanjikan pemerintah, banyak warga terutama ibu rumah tangga yang rela antre mendapatkan minyak dalam operasi pasar yang digelar sejumlah pihak.

Sepanjang awal tahun 2022, pemerintaan media massa nasional dipenuhi dengan berita ratusan warga rela berdesakan demi mendapatkan minyak goreng murah dalam operasi pasar minyak goreng di berbagai daerah.

Warga yang tak sabar, bahkan saling dorong untuk bisa masuk dan membeli minyak goreng murah. Bahkan tak jarang berujung kericuhan.

Situasi sulit yang berlarut atas kelangkaan dan harga minyak goreng yang tinggi membuat Presiden Joko Widodo prihatin.

Dia mengatakan, Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbesar di dunia. Namun, lebih dari 4 bulan minyak goreng langka.

“Sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, ironis kita malah mengalami kesulitan mendapatkan minyak goreng,” kata Jokowi melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Rabu 27 April 2022.

Akhirnya karena menimbulkan kelangkaan minyak goreng, aturan soal HET dicabut pertengahan Maret 2022. Harga minyak goreng kemasan pun diserahkan ke mekanisme pasar.

Setelahnya, minyak goreng kemasan memang muncul kembali di pasaran. Tetapi, harganya kembali melonjak tajam.

Kebijakan baru lain mengatasi mahalnya minyak goreng dikeluarkan, yakni melarang sementara ekspor CPO dan produk turunannya. Kebijakan ini diterapkan pada April 2022.

Larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng ini berlaku di seluruh wilayah Indonesia, termasuk dari kawasan berikat. Kebijakan tersebut baru akan dicabut jika kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi.

Jokowi mengakui bahwa larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng akan menimbulkan dampak negatif seperti mengurangi produksi dan tidak terserapnya hasil panen petani.

Ia juga menyadari bahwa negara perlu pajak, devisa, dan surplus neraca perdagangan dari ekspor bahan baku minyak dan minyak goreng. Namun, dia menegaskan, memenuhi kebutuhan pokok rakyat menjadi prioritas utama.

“Saya minta para pelaku usaha minyak sawit untuk melihat masalah ini dengan lebih baik, dengan lebih jernih,” ucap Jokowi.

Kebijakan larang ekspor CPO juga belakangan dicabut pemerintah setelah menuai protes dari para produsen CPO dalam negeri. Di sisi lain, larangan ekspor juga tidak berdampak signifikan pada penurunan harga minyak goreng.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!