Faisal Basri Soroti Investasi RI Lebih Dominannya pada Bangunan dan Konstruksi

radarutama.com – Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri menyampaikan pandangannya soal investasi yang masuk ke Indonesia. Ia menyoroti investasi yang masuk lebih dominannya pada konstruksi dan bangunan yang menurutnya kurang mendukung keberlanjutan pertumbuhan ekonomi nasional.

“Bukan artinya bangunan itu tidak perlu. Sama seperti kalau kita makan, kan ada karbohidrat, protein, vitamin. Tapi kalau karbonya dominan menimbulkan diabet. Belum tua banget sudah loyo,” ujar Faisal dalam diskusi Indonesia Economic Challenge 2023 di Kota Bandung, belum lama ini.

Ia menjelaskan investasi yang masuk ke Indonesia kebanyakan adalah investasi physical capital, sementara investasi pada non-physical capital rendah. Physical capital yang dimaksud adalah infrastruktur fisik, sedangkan non-physical capital adalah bidang informasi dan teknologi (IT), riset dan pengembangan (R&D).

Menurut data yang dia punya, total factor productivity (TFP) indeks Indonesia terus mengalami penurunan. Di kawasan Asia Tenggara total factor productivity Indonesia lebih rendah dari Kamboja dan Filipina. Sementara Vietnam berada di urutan teratas.

“Dari 1990 sampai 2020 ini trendnya minus, kemudian dari 2010 sampai 2020 juga minus lagi,” ujarnya.

“(Indonesia) dari ranking 40-an ke ranking 80-an, si Vietnam dari 80-an ke 40-an, jadi terbalik,” ujarnya melanjutkan.

Ia mengutip data akumulasi investasi mesin dan peralatan di Indonesia yang dirilis Bappenas. Ia mengatakan dalam rentang 2007-2016, akumulasi investasi mesin dan peralatan di Indonesia relatif sangat rendah yaitu 20%.

Angka tersebut berada di bawah negara ASEAN lain. Filipina, Thailand, Malaysia secara berurutan memiliki nilai 64%, 62%, dan 58%.

“Kita kadang-kadang tumbuhnya tinggi karena apa? Bukan karena teknologi tetapi karena harga komoditi sedang bagus, kalau harganya anjlok, ikut anjlok. Jadi model pembangunan seperti ini tidak berkelanjutan, tidak sustainability,” ujarnya.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia seharusnya bisa tumbuh 7% dengan investasi yang ada saat ini. “Tetapi, gara-gara kita tidak efisien, cuman ahli tenaga ya tumbuhnya cuma 5 persen terus, ya 5 persen mentok,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan III-2022 tumbuh sebesar 5,72% (yoy). Jika ditarik pada kuartal sebelumnya atau Triwulan II, perekenomian Indonesia tumbuh sebesar 5,4 persen.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!