Peneliti jelaskan alasan tembakau alternatif berisiko kesehatan rendah

radarutama.com – Praktisi sekaligus Peneliti dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Amaliya menjelaskan produk tembakau alternatif memiliki profil risiko kesehatan yang rendah karena menerapkan sistem pemanasan.

Hasil dari pemakaian produk ini adalah berupa uap air atau aerosol, bukan asap seperti pada rokok yang dibakar sehingga, produk tembakau alternatif berbeda dengan rokok, kata Amaliya dalam siaran pers pada Selasa.

Berkat penerapan sistem pemanasan, terdapat penurunan risiko pada senyawa kimia berbahaya dan berpotensi berbahaya.

“Dengan mengeliminasi proses pembakaran, kadar gas CO (karbon monoksida), CO2 (karbon dioksida), dan NOx (nitrogen moksida) pada produk tembakau alternatif mengalami penurunan signifikan dibandingkan asap rokok konvensional,” kata Amaliya.

Selaras dengan itu, Amaliya menilai pentingnya melakukan studi lebih lanjut untuk fokus pada penyelidikan hasil jangka panjang, keamanan, dan efektivitas mengenai produk tembakau alternatif. Hasil studi tersebut juga dapat dijadikan untuk menyeimbangkan opini negatif hingga mendorong inovasi produk bagi pelaku industri.

“Hasil kajian ini penting untuk memvalidasi perbedaan profil risiko dan kegunaan produk tembakau alternatif yang tepat sasaran, khususnya bagi perokok dewasa,” kata dia.

Sementara itu, pada kesempatan berbeda, Direktur Eksekutif Centre for Youth and Population Research Dedek Prayudi mengatakan kajian ilmiah tentang produk tembakau alternatif di luar negeri sudah masif dilakukan sehingga dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, terutama bagi perokok dewasa.

Untuk itu, menurut dia, penting bagi Indonesia untuk dapat melakukan lebih banyak lagi kajian ilmiah mengenai produk tembakau alternatif secara komprehensif. Hasil kajian ilmiah tersebut dapat disosialisasikan kepada seluruh masyarakat, khususnya perokok dewasa, utamanya untuk mengatasi misinformasi yang masih banyak terjadi.

“Minimnya informasi akurat tentang produk tembakau alternatif semestinya direspons dengan cara melakukan lebih banyak kajian ilmiah dengan melibatkan seluruh pihak, mulai dari pemerintah, akademisi, hingga asosiasi. Selanjutnya, kajian tersebut dapat diadopsi sebagai kebijakan-kebijakan publik untuk mengatasi masalah merokok atau bahaya rokok di Indonesia,” kata Dedek.

Menurutnya, akses terhadap informasi yang akurat, termasuk atas hasil penelitian, harus terbuka luas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!