Ojo Kesusu, Masih Ada Puan

Diskusi di kedai kopi pagi itu cukup serius. Saya dan teman membahas nama-nama bakal calon presiden yang sudah menyesaki atmosfer politik negeri ini.
 
“Sudah banyak orang yang memantas-mantaskan diri menjadi capres. Banyak orang merasa bisa menjadi capres, hanya sedikit orang yang benar-benar bisa merasa menjadi capres,” kata teman membuka obrolan sambil menyeruput kopi panas.
 
Saya bertanya apa beda antara orang yang merasa bisa dan bisa merasa menjadi capres? Bukankah Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 hanya menyebut capres harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri?


Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


 
Teman itu tertawa terbahak-bahak. Menurut dia, kalau membaca konstitusi jangan hanya sepenggal ayat. Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa pasangan capres dan cawapres diusulkan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu.
Tidak ada capres tanpa partai politik. Pengajuan capres menjadi monopoli partai politik. Tidak ada capres independen seperti calon kepala daerah boleh dari jalur perseorangan.
 
Kiranya tepat pesan yang disampaikan Presiden Joko Widodo di acara Rapimnas Bravo Lima, Jumat, 26 Agustus 2022. “Belum tentu yang elektabilitasnya tinggi itu diajukan oleh partai atau gabungan partai. Kalau mereka enggak mau, gimana? Oleh sebab itu, sekali lagi, ojo kesusu, tidak usah tergesa gesa,” kata Jokowi.
 
Dengan merujuk ketentuan konstitusi dan pernyataan Jokowi, tidak salah untuk menyebut nama-nama yang menyesaki atmosfer politik itu sebatas capres versi lembaga survei.
 
Survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menempatkan tiga nama di posisi teratas. Mereka ialah Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan. Tiga nama itu selalu menempati tiga besar, urutannya saja yang berbeda sesuai dengan selera lembaga survei.
 
SMRC melakukan survei tertutup dengan memberikan 11 nama kepada responden. Kesebelas nama itu dipilih berdasarkan potensi peluang maju sebagai capres.
 
Hasilnya ialah Ganjar Pranowo 27,1%; Prabowo Subianto (19,0%); Anies Baswedan (15,6%); Ridwan Kamil (8,5%); AHY (3,5%); Erick Thohir (2,3%); Khofifah (2,2%); Puan Maharani (2,0%); Sandiaga Uno (1,9%); Andika Perkasa (1,9%); Airlangga Hartarto (0,8%); dan tidak tahu (15,3%).
 
Hanya tiga dari 11 nama itu yang menjabat ketua umum partai politik. Mereka ialah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
 
Tiga partai itu mesti mencari kawan koalisi jika ingin mengajukan ketua umum. Namun, teman saya tidak memperhitungkan ketua umum sebagai pemenang Pilpres 2024. Kata dia, berdasarkan pengalaman pilpres selama ini, tidak ada ketua umum partai politik yang memenangi kontestasi. Semua kalah.
 
Nama yang masih berpeluang diajukan sebagai capres ialah Ganjar dan Puan yang sama-sama berasal dari partai yang sama, PDIP. Peluang Puan untuk diusung PDIP jauh lebih besar ketimbang Ganjar karena Puan memegang posisi strategis dalam partai, apalagi ia merupakan putri Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
 
Puan sudah memberikan isyarat untuk maju pada 2024. Kata dia, akan ada lagi presiden perempuan pada 2024. Kata Puan, perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk bisa memilih dan dipilih. Toh, sejarah telah membuktikan bahwa ibu Puan, Megawati Soekarnoputri, bisa duduk di tampuk kekuasaan sebagai presiden kelima.
 
Nama Puan juga masuk sembilan bakal capres yang disebut dalam Rakernas Partai Amanat Nasional. Puan juga masuk radar Partai NasDem meski partai itu sudah mengusung tiga nama, yaitu Ganjar, Anies, dan Andika Perkasa.
 
Kondisi perpolitikan menuju Pilpres 2024 masih sangat dinamis, termasuk bongkar pasang sosok capres dan koalisi. Karena itu, kata teman saya, saat ini dibutuhkan figur yang bisa merasa, bukan merasa bisa menjadi capres.
 
Menurut teman itu, orang yang merasa bisa menjadi capres jauh-jauh hari sebelumnya sudah menyewa konsultan politik, memasang foto dirinya sampai bergelantungan di pohon.
 
Sebaliknya, kata teman saya, orang yang bisa merasa menjadi capres pada umumnya tahu diri. Menunggu lampu hijau dari partai baru bergerak. Dalam konteks itulah teman saya mengingatkan ojo kesusu memilih figur elektabilitas tinggi, masih ada Puan.
 

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!