Pertanian Sel dan Ketahanan Pangan Dunia

radarutama.com – Penemuan sumber pangan baru untuk menghindari kerawanan pangan dunia, masih terus dilakukan dan dikembangkan. Selain itu, ancaman perubahan iklim, ketersediaan air, tanah, dan polusi di masa yang akan datang tentunya akan mempengaruhi ketahanan pangan di seluruh dunia.

Saat ini, bicara penyediaan pangan tidak hanya mencakup pemenuhan nutrisi saja tetapi sudah berbicara pengadaan pangan yang sehat, berkelanjutan dan ramah lingkungan. Hal ini merupakan salah satu goals UN SustainabledevelopmentGoals (SDGs).

Pertanian sel (Cellular agriculture) hadir untuk membuat perubahan besar, dengan menurunkan kebutuhan input energi dan meningkatkan produktivitas, produk sel dapat menjaga kestabilan stok pangan global bagi populasi dunia yang semakin bertambah.

Pertanian sel telah menjadi tren di dunia, dimulai sejak burger daging sapi hasil kultur daging pertama kali diperkenalkan dan dicicipi oleh masyarakat pada konferensi pers tahun 2013 di London (O’Riordan et al. 2017). Seri konferensi virtual pertama yang berfokus pada pangan masa depan melalui pertanian seluler di seluruh Asia ” Agriculture: Asia Summit 2022″ telah sukses diselenggarakan pada tanggal 5 Mei 2022 dengan melibatkan banyak pakar, praktisi dan stakeholder di bidang industri pertanian sel.

Fenomena ini mengisyarakatkan bahwa pertanian sel segera terealisasi menjadi sumber pangan masa depan. Pertanian sel dapat didefinisikan secara luas sebagai penerapan bioteknologi dan bidang ilmu terkait lainnya (biologi sintetis, biologi molekuler, rekayasa jaringan) dengan menggunakan sel atau jaringan untuk menghasilkan kembali produk pertanian konvensional tanpa pelibatan hewan dan tumbuhannya sendiri (Roccor 2020).

Sebagian besar produksi kultur sel berfokus pada produk hewani seperti daging sapi, ayam, ikan, lobster, susu dan telur (Post 2014; Stephens et al. 2018). Saat ini, beberapa startup di dunia mulai memproduksi daging kultur seperti Aleph farms di Rehovot-Israel yang memproduksi steak, sosis dan burger; Finless foods di San Farnsisco, USA memproduksi daging ikan tuna sirip biru; Integri culture di Tokyo Jepang memproduksi Foie gras dari sel hati ayam,Shiok meats di Singapura yang memproduksi udang, kepiting dan lobster (Valoppi et al. 2022).

Kebutuhan akan daging semakin meningkat seiiring dengan pertambahan waktu dan jumlah populasi manusia di dunia. Kultur daging adalah teknologi yang menjanjikan sebagai sumber protein hewani.

Inovasi ini berpotensi merevolusi industri daging, dengan implikasi yang luas untuk lingkungan, kesehatan dan kesejahteraan hewan. Sel diambil dari hewan hidup kemudian ditumbuhkan atau dikulturkan di laboratorium disebut cell line, selanjutnya sampel cell line dimasukan ke dalam bioreaktor yang mengandung medium yang dibutuhkan oleh sel untuk tumbuh, sel di dalam bioreaktor tumbuh dan membelah terus menerus secara eksponensial sehingga membentuk biomassa selanjutnya dilakukan pemanenan.

Biomasa daging kultur dapat dibentuk menjadi daging burger sampai sosis. Penggunaan teknologi seperti 3D printing dan edible scaffolds e depan memungkinkan untuk menghasilkan potongan daging tertentu seperti paha ayam dan T-bone steak.

Kultur daging memungkinkan produk yang berasal dari hewan atau tumbuhan bisa diproduksi di laboratorium (In Vitro) tidak menggunakan lahan luas yang biasanya digunakan untuk budidaya tanaman atau lahan peternakan, tanpa memerlukan perkawinan, pemeliharaan, serta penyembelihan.

Lanjut ke halaman berikutnya

Beberapa kelebihan kultur daging dibandingkan dengan daging konvensional adalah (i) mengurangi permintaan untuk produk ternak konvensional, (ii) menciptakan alternatif varian daging bagi yang memiliki keterbatasan menu daging dengan alasan kesehatan (iii) memungkinkan kontrol dan desain pada komposisi, kualitas, dan rasa produk, serta (iv) mengurangi kebutuhan lahan, biaya transportasi (dapat diproduksi lokal), produksi limbah, dan emisi gas rumah kaca (Bhat dan Fayaz 2011).

Kultur daging dapat mengatasi beberapa masalah lingkungan, seperti polusi udara, tanah dan air yang ditimbulkan oleh pertanian, secara drastis mengurangi risiko munculnya penyakit menular, yang pada prinsipnya terkait dengan penyimpanan, produksi dan konsumsi makanan hewani. Kultur daging dapat menurunkan kerawanan pangan global karena diproduksi di dalam ruangan sehingga terhindar dari kondisi eksternal yang tidak menguntungkan serta dapat menghilangkan kontaminasi dari patogen penyebab penyakit karena diproduksi di bawah kondisi steril (Rubio et al. 2020).

Selanjutnya, kultur daging memiliki implikasi moral yang kuat untuk kesejahteraan hewan karena terbebas dari eksploitasi dan penyembelihan hewan. Tantangan terbesar pada kultur daging adalah memberikan rasa dan tekstur yang sama dengan daging aslinya, cell line yang lebih baik, medium yang murah, memperpendek pertumbuhan sel di laboratorium, memangkas biaya produksi menjadi lebih ekonomis,dapat dilakukan dalam skala yang lebih kecil, serta harus lebih enak supaya bisa disajikan di meja makan seluruh dunia.

Sumber makanan yang berasal dari tanaman, meskipun permintaannya jauh lebih rendah dari produk hewan tetapi secara total masih menyumbang setidaknya satu pertiga dari semua dampak pertanian karena volume produksi yang tinggi dan food lost yang besar serta limbah yang dihasilkannya.

Dalam rangka menurunkan dampak lingkungan tersebut, aplikasi bioteknologi industri makanan yang berasal dari tumbuhan sangatlah dibutuhkan. Cellular agriculture memiliki potensi untuk menghasilkan lebih dari sekedar produk turunan hewani.

Penelitian baru-baru ini dilakukan oleh Pusat Penelitian Teknis VTT Finlandia mengeksplorasi pertumbuhan kultur sel tanaman dari cloudberry, lingonberry, dan stoneberry dalam media pertumbuhan tanaman. Semua kultur yang diuji menunjukkan senyawa, warna, tampilan visual dan karakteristik sensorik yang serupa dengan masing-masing buah segar dan diketahui lebih kaya protein, mengandung asam lemak tak jenuh, gula, dan serat daripada buah berry, dan tambahannya memiliki bau dan rasa yang segar (Nordlund et al. 2018).

Berdasarkan penggunaannya, sel berry dapat digunakan untuk menggantikan buah berry dalam smoothies, yogurt, selai, dll. Atau dikeringkan dan dimasukkan sebagai bahan dalam pembuatan kue, dessert dan topping). Teupol adalah supplement makanan pertama hasil kultur sel yang diproduksi oleh ABResearch Srl telah diakui penggunaannya di Eropa, selanjutnya perusahaan tersebut meluncurkan dua produk lainnya, Echinan 4P dan Acteos 10P, yang disahkan sebagai novel food di bawah regulasi UE.

CBN Biotech Company, perusahaan di Korea Selatan berhasil memproduksi genosida (saponin triterpen yang digunakan dalam makanan fungsional dan kosmetik) dengan skala besar melalui teknologi kultur sel adventif ginseng panax.

Tumbuhan memiliki sel yang bersifat pluripotensi dapat ditemukan dalam jaringan bagian utama tumbuhan: meristem apikal pucuk, meristem apikal akar, dan kambium. Kultur sel tanaman dapat dilakukan baik untuk jaringan atau organ yang terdiferensiasi atau yang tidak terdeferensiasi.

Menariknya, sebagian besar sel tumbuhan yang berdiferensiasi mampu melakukan dediferensiasi dan kembali ke keadaan pluripotensi proliferatif. Kemampuan inilah yang mendasari strategi pengembangan kultur in vitro untuk produksi massal sel tanaman yang tidak berdiferensiasi.

Ekspresi ini dapat diwujudkan dengan perbanyakan kultur kalus yang terdediferensiasi, suspensi sel dari sel tumbuhan yang terdediferensiasi dan suspensi sel sel punca meristem kambium. Kultur sel jaringan atau organ yang terdiferensiasi memiliki stabilitas genetik dan biosintetik yang lebih baik dan kemampuan untuk memproduksi dan mengakumulasi konsentrasi metabolit spesifik tertentu yang lebih tinggi akan tetapi, perbanyakan massal tanaman terdiferensiasi secara kultur in vitro prosesnya mahal dan melelahkan serta membutuhkan peralatan khusus yang juga mahal.

Lanjut ke halaman berikutnya

Saat ini aplikasi kultur sel dari sel tumbuhan lebih fokus untuk menghasilkan senyawa bioaktif seiring dengan permintaan pasar global yang luar biasa akan nutraceuticals.

Pencarian inovasi dan pengembangan produk baru secara intensif dengan berbagai aktivitas spesifik menjadi pendorong pesatnya perkembangan bahan aktif turunan kultur sel tumbuhan khususnya untuk kebutuhan industri kosmetik dan farmasi, sedangkan contoh produk turunan kultur sel tumbuhan untuk makanan masih sedikit, contoh produk percontohannya antara lain Cocovanol™ yang diproduksi oleh Diana Plant Sciences (bahan tambahan makanan turunan kultur sel tanaman pertama dengan status GRAS) dan PhytoVanilla™ hasil produksi perusahaan genetika ESCA (produk penyedap rasa alami pertama hasil kultur sel tumbuhan vanili yang dipatenkan) tetapi saat ini sudah tidak ada lagi di pasaran.

Beberapa hal yang menyebabkan sedikitnya produk kultur sel tumbuhan sebagai sumber makanan di pasaran antara lain:

1. Kultur sel tumbuhan dalam bidang farmasi dan kosmetika sebagian besar menggunakan teknologi rekayasa genetic sedangkan dalam bidang pangan hal ini sedapat mungkin dihindari karena konsumen sangat sensitif terhadap keberadaan produk transgenic hal ini mengikuti persepsi modern tentang konsep gaya hidup sehat, makanan dengan kualitas terbaik harus memenuhi persyaratan sertifikat alami, bebas transgenik, bio, vegan, ramah lingkungan, dan organik

2, Spesies tanaman yang digunakan untuk inisiasi kultur in vitro harus termasuk tanaman yang dapat dimakan dan aromatik, lebih disukai dengan status GRAS

3. Sel tumbuhan yang tidak berdiferensiasi untuk makanan menggunakan media padat sehingga prosesnya lebih lambat, mahal dan melelahkan serta membutuhkan area produksi yang besar jika dibandingkan dengan bahan farmasi dan kosmetik yang menggunakan media cair

4. Industri makanan membutuhkan jumlah produk akhir yang jauh lebih besar daripada industri farmasi dan kosmetik sehingga ketika diterapkan untuk makanan manusia, tidak dapat digunakan sebagai sumber energi melainkan sebagai aditif dan suplemen, yang dapat meningkatkan nilai gizi dan efek menguntungkan kesehatan dari produk makanan yang ada (Krasteva et al. 2021).

Industrialisasi pertanian sel dengan penggunaan bahan kimia dan bahan dasar yang inovatif adalah kunci untuk menyediakan makanan bergizi, aman, dan sehat bagi manusia dengan meminimalkan kebutuhan input sumber daya tambahan seperti energi, tanah dan air, akan tetapi mengubah produksi pangan dan kebiasaan konsumsi bukan proses yang mudah, neofobia yang terkait dengan produk sel perlu ditangani serius, produk makanan baru harus efisien, berkelanjutan, serta layak secara ekonomi, harus memiliki gizi yang cukup, diterima secara ekonomi, social dan budaya, rasanya enak, dapat meningkatkan kesehatan konsumen dan tentunya aman.

Berbagai penelitian dan kajian telah dilakukan untuk menyikapi permasalahan terkait produk hasil pertanian sel. Nyika et al. (2021) telah mereview 135 jurnal di seluruh dunia terkait pertanian sel, dari hasil kajiannya memberikan rekomendasi bahwa tindak lanjut penelitian pertanian sel harus lebih fokus pada efektivitas biaya dari teknologi yang digunakan, bagaimana cara meningkatkan penerimaan konsumen terhadap produk sel diantara kelompok usia dan wilayah geografis yang berbeda, peningkatan sifat organoleptik produk sel, pengembangan protokol keamanan pangan dan tata kelola kebijakan pemerintah dalam konteks memastikan ketahanan pangan khususnya di negara berkembang.

Sumber-sumber pangan baru dan makanan alternatif serta bahan makanan memerlukan persetujuan regulasi sebelum selanjutnya dikomersialisasi. Aspek penting seperti komposisi, stabilitas, alergenisitas, dan toksikologi harus dievaluasi untuk setiap makanan baru atau bahan makanan baru.

Peraturan tersebut diberlakukan untuk menjamin bahwa makanan dan bahan-bahannya aman untuk dikonsumsi manusia. Menjadi harapan besar, tulisan ini akan semakin mendorong para ilmuwan, pembuat kebijakan, dan perusahaan bisnis untuk berkolaborasi dalam upaya mempercepat komersialisasi massal dan mempopulerkan teknologi pertanian sel sebagai metode alternatif ramah lingkungan untuk produksi berkelanjutan produk makanan masa depan demi menjaga ketahanan pangan nasional dan global.

Mahasiswa S3 Ilmu Pangan, IPB University- 2022Dosen Politeknik Pembangunan Pertanian Bogor-Kementerian PertanianSri Hardanti

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!