Menengok Transisi Energi Jepang

radarutama.com – energi menuju terciptanya energi bersih yang berkelanjutan kini menjadi isu global. Pasar pembiayaan internasional juga sudah mulai mengubah kebijakannya, seperti menghentikan dukungan untuk pengembangan pada proyek-proyek berbahan bakar fosil.

Saat ini negara-negara di dunia sedang menyusun peta jalan menuju transisi energi . Percepatan transisi energi di setiap negara menghadapi tantangan dan masalah yang berbeda. Untuk itu diperlukan diversifikasi, tak terkecuali dengan Jepang yang selalu mengembangkan teknologi termasuk dalam rangka transisi energi.

Jepang, seperti negara-negara Asia lainnya, zero emission pada teknologi termal memiliki peranan penting dalam mengamankan pasokan energi karena potensi energi terbarukan yang rendah dan jaringan listrik yang terbatas. Selain itu, secara geografis memungkinkan untuk membangun rantai pasokan untuk hidrogen dan amonia .

Jepang berkomitmen untuk mencapai target net zero emission (NZE) tahun 2050. Jepang kini mengembangkan teknologi dekarbonisasi hidrogen bahan bakar amonia. Dalam bauran pembangkit listriknya pada tahun 2030, Jepang menetapkan 1 persen pengenalan hidrogen/amonia.

Jepang juga melakukan efisiensi energi dan pengembangan energi terbarukan. Pada tahun 2023, porsi energi fosil ditarget turun menjadi sekitar 41 persen dari yang semula 76 persen di tahun 2019. Sementara porsi energi non-fosil naik menjadi 59 persen dari yang semula sekitar 24 persen.

Penggunaan Hidrogen

Penggunaan hidrogen di sektor pembangkit listrik telah dikembangkan di Jepang sejak tahun 2018. Ketika itu, pada kapasitas 500 MW, teknologi yang digunakan telah mencapai tingkat co-firing (pembakaran dua jenis bahan bakar berbeda secara bersamaan) hidrogen sebesar 20 persen. Saat ini sedang berlangsung pengembangan pembangkit listrik berbahan bakar tunggal (hidrogen).

Bahkan, industri di Jepang sudah berpartisipasi dalam pengembangan proyek-proyek pembangkit listrik hidrogen di luar Jepang. Produksi hidrogen domestik secara elektroliser sudah ada, yaitu proyek percontohan di Fukushima dengan menggunakan elektroliser skala besar yang sudah beroperasi sejak tahun 2020 (10 MW).

Sekarang terdapat proyek percontohan lainnya di Yamanashi dengan ukuran yang lebih besar (16 MW) dengan tujuan untuk meningkatkan operasi dan menurunkan biaya. Untuk memperluas pasokan hidrogen caranya adalah mendorong pemanfaatan hidrogen di daerah yang pasokannya dapat diperluas dengan menggunakan infrastruktur yang sudah ada, dan akan lebih baik jika antara area permintaan dan pasokan berada sedekat mungkin.

Dengan pengetahuan, membuat banyak model, mempromosikan pengembangan infrastruktur di berbagai wilayah maka implementasi hidrogen dapat dipromosikan secara efisien. Contoh konsep dan model penerapan sosial hidrogen adalah untuk penggunaan skala besar (hidrogen impor) untuk industri dan pembangkit listrik.

Model hidrogen di beberapa tempat di Jepang, seperti di Fukushima, dikembangkan oleh industri-industri di Jepang. Dengan menggunakan hidrogen dan full-cell untuk fasilitas umum, pengembangan elektrolisis dengan energi terbarukan, proyek percontohan pada industri untuk pemanas listrik dan hydrogen burners pada jalur produksinya, melakukan studi kelayakan untuk mencampurkan hidrogen ke dalam layanan gas dan proyek percontohan untuk pemasangan boiler hydrogen di jalur produksinya.

Untuk rantai pasok hidrogen secara internasional, Jepang mengimpor hidrogen dari Brunei dan Australia. Hidrogen dari Brunei diimpor dalam bentuk MCH (methylcyclohexane) sebagai proyek percontohan dan sudah selesai pada Juni 2020 dan masih akan terdapat proyek percontohan berskala besar lainnya untuk komersialisasi pada tahun 2029.

Pada Februari 2022 telah dikirim hidrogen cair dari Australia dan akan dilanjutkan proyek percontohan skala besar lainnya untuk komersialisasi pada tahun 2030. Komersialisasi hidrogen mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Jepang. Subkomite baru untuk kebijakan hidrogen telah terbentuk.

Selain itu, seperti yang disampaikan Perdana Menteri Kishida pada April lalu, Jepang akan memberikan bold support measures terkait lebijakan hidrogen. Tentunya perlu dikaji mendalam dari tahap proyek percontohan ke tahap komersialisasi, seperti perbedaan harga dengan bahan bakar lainnya dan pengembangan infrastrukturnya.

Bahan Bakar Amonia

Selain hidrogen, Jepang juga mengembangkan teknologi dengan bahan bakar amonia. Amonia dalam pembakaran tidak mengeluarkan CO2 dan ini menjadi salah satu bahan bakar yang efektif untuk mengurangi pemasan global.

Amonia diproduksi dari gas alam atau energi terbarukan. Di Jepang, amonia tidak hanya sebagai salah satu penghasil hidrogen tetapi juga digunakan langsung untuk pembangkit listrik sebagai bahan bakar zero emission.

Dalam peta jalan yang disusun Jepang tentang pengenalan/perluasan bahan bakar amonia, proyek percontohan co-firing amonia pada pembangkit listrik tenaga batu bara sudah dimulai tahun 2021 sampai nanti tahun 2024. Pada tahun 2025 mulai perbaikan fasilitas untuk pembakaran amonia dan setelah itu mulai co-firing 20 persen ammonia dan terus meningkatkan rasio co-firing amonia sampai 2050.

Pada pembakit listrik, tahun 2021 sudah mulai dikembangkan teknologi dasar yang diperlukan untuk meningkatkan rasio co-firing amonia/pembangkit listrik dengan menggunakan (full) amonia sampai tahun 2030. Selanjutnya pada tahun 2040 memulai demonstrasi peningkatan rasio co-firing amonia/pembangkit listrik dengan menggunakan (full) amonia sampai tahun 2050 dan setelah itu mulai dengan pembangkit liktrik berbahan bakar (full) amonia.

Selain pada pembangkit listrik juga dikembangkan teknologi kapal berbahan bakar amonia. Jepang menyiapkan pasokan amonia dan saat ini sedang dalam studi kelayakan.

Pengenalan bahan bakar amonia telah dilakukan perusahaan listrik di Jepang. Salah satu perusahaan listrik di Jepang telah merilis peta jalan zero emission dengan pemanfaatan bahan bakar amonia pada Oktober 2020.

Dengan terus meningkatkan rasio co-firing amonia pada proyek percontohan mulai 20 persen, 50 persen sampai 100 persen. Komersialisasi co-firing 20 persen dimulai akhir tahun 2020-an, komersialisasi co-firing 50 persen pada awal 2030-an, dan penggunaan amonia 100 persen pada 2050.

Dengan tujuan mewujudkan pembangkit listrik ammonia (single fuel), dimulai dengan pengembangan teknologi co-firing amonia yang sedang berlangsung saat ini. Demonstrasi co-firing 20 persen amonia pada pembangkit listrik 1 GW telah tercapai yang sudah dimulai dari tahun 2021 dan menghasilkan pembakaran yang stabil dan pengurangan emisi NOx.

Untuk memperluas pasokan dan permintaan bahan bakar amonia, Japang mempromosikan kerja sama internasional yang komprehensif melalui kesadaran internasional; membangun rantai pasokan baru yaitu melalui kerja sama dengan negara-negara kaya energi (Amerika Utara, Timur Tengah, Australia); memperluas permintaan melalui kerja sama dengan negara-negara yang mengandalkan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara seperti Malaysia, Indonesia, India melaui studi kelayakan untuk memperkenalkan ammonia; dan International Platform melalui International Conference on Fuel Ammonia pada Oktober 2021 dan September 2022.

Kerja sama Jepang dengan negara-negara yang menggunakan pembangkit berbahan batu bara juga sudah di lakukan di Indonesia. Studi kelayakan co-firing amonia pada PLTU Suralaya (rasio batu bara 60 persen) dilakukan pada April 2022. Sudah terjadi kesepakatan untuk mempertimbangkan co-firing dan single fuel pada PLTU Gresik milik PT PJB.

Indonesia Bisa Belajar

Melihat apa yang dilakukan Jepang dalam mencapai target transisi energi, yaitu melalui pengembangan teknologi dari hidrogen dan amonia, bisa menjadi gambaran yang mungkin bisa dilakukan di Indonesia. Jepang dan Indonesia memiliki kesamaan dalam penyediaan energi, seperti banyak mengoperasikan pembangkit listrik berbahan batu bara yang harus segara “dihijaukan”.

Seperti juga pada peta jalan transisi energi Indonesia, di mana tahun 2031 hidrogen mulai digunakan untuk kelistrikan guna mendukung tercapainya net zero emission tahun 2060.

(Bahan tulisan ini berumber dari Japan’s Initiatives to Support Energy Transition in Asia oleh METI pada The Training Program for Supporting Energy Transition in Indonesia, 2023.)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!